Wednesday, January 12, 2011

SNB (Sosial Network Business)

SNB (Sosial Network Business)
Teori Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi kapital sosial selain kepercayaan dan norma. Konsep jaringan dalam kapital sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma- norma yang ada. Pada konsep jaringan ini, terdapat unsur kerja, yang melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginforma- sikan, saling mengingatkan, dan saling mem- bantu dalam melaksanakan ataupun menga- tasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam kapital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2005). Selanjut- nya, jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan sosial (networks) merupa- kan dimensi yang bisa saja memerlukan
Keterbatasan penguasaan sumber-sumber produksi berupa kapital material, terutama penguasaan sumber daya lahan, modal finansial dan teknologi, memerlukan upaya pemberdayaan sumber-sumber sosial sebagai potensi sumber daya lokal, serta dengan memperhatikan segi kemerataan (equality) dan inklusi sosial dalam operasionalisasi program pembangunan. Tulisan ini berupaya membahas perspektif teori sosiologi dalam dinamika studi kapital sosial terutama aspek jaringan sosial (networks) yang dikaitkan dengan realitas sosial pada tataran empiris. Selaras dengan analisis teori kelembagaan baru (new institutionalism), teori jaringan, teori difusi inovasi, dan teori mobilitas vertikal; ditemukan adanya ketidaksinkronan pengembangan sistem dan usaha agribisnis dengan dukungan lingkungan kebijakan (policy environment). Selain itu, juga ada ketidaksinkronan politik pengembangan agribisnis pada level makro dengan ketersediaan aturan informal (informal rules) di level meso dan mikro dalam komunitas. Kegagalan pengembangan agribisnis juga diyakini merupakan akibat ketidakmerataan sumber daya sosial dan kurangnya perhatian kepada pengaruh jaringan sosial (network) terhadap manfaat ekonomi, yakni kurang mempertimbangkan aspek norma dan kepadaran (density) jaringan, kuat dan lemahnya ikatan (ties), peran lubang struktural (structural holes), dan interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan ekonomi dalam pengembangan agribisnis. Dalam kondisi demikian, komunitas agribisnis akan tetap sulit meraih peluang untuk mengakses informasi dan inovasi teknologi yang berdampak pada rendahnya produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan, sehingga akan sulit juga dalam mencapai mobilitas vertikal.

Beberapa Teori Sosiologi dalam Analisis Jaringan Sosial (Networks) Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalism) Secara ringkas pemikiran Nee (2005) mengenai Teori Kelembagaan Baru diawali dengan gagasannya untuk menjelaskan bagai- mana institusi berinteraksi dengan jaringan sosial (social network) dan norma-norma sosial untuk mengarahkan tindakan-tindakan ekonomi. Dalam tulisannya mengenai “ The New Institutionalisms in Economics and Sociology, ” dimulainya dengan mengemuka- kan pendekatan yang digagas oleh Granovetter dalam memandang jaringan sosial yang menyatakan bahwa aktor ekonomi bukan atom yang lepas dari konteks masyarakat, bukan pula sepenuhnya patuh pada aturan sosial. Tingkah laku aktor melekat pada reali- tas relasi sosial secara nyata dan berlangsung dalam relasi sosial antar individu maupun kelompok dalam struktur sosialnya. Relasi atau hubungan sosial bukanlah institusi. Dalam hal ini pandangan Kelembagaan Baru mengemukakan bahwa Granovetter hanya menjelaskan gejala-gejala mikro yang dekat dengan aspek agen atau individu anggota komunitas tanpa menjelaskan lebih banyak mengenai aspek yang berhubungan degan struktur makronya. Juga menurut Nee, Granovetter tidak menjelaskan mengapa aktor ataupun agen dipandang terpisah dan terlepas dari hubungan sosial di tataran struktural dalam mengejar kepentingan ekonomi. Granovetter (1985) menjelaskan mengenai ke- tertambatan (embeddedness) jaringan, norma, dan kepercayaan dalam struktur sosial untuk merevitalisasi logika studi-studi sosiologi eko- nomi. Lebih jauh ia berpendapat bahwa ikatan interpersonal diyakini memainkan peranan penting dalam pasar maupun perusahaan. Berlandaskan kepada kritik terhadap pendekatan Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economic) dan mencermati pan- dangan Garnovetter di atas, Nee mengemuka- kan model institusional baru dari perspektif sosiologi ekonomi yang digambarkan seperti berikut:


Case study

PERSPEKTIF TEORI DALAM KAJIAN JARINGAN SOSIAL Grootaert (2002) menyatakan bahwa kapital sosial merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan kapital ekonomi di tingkat rumah tangga. Bahkan menurutnya, kontribusi kapital sosial sebanding dengan modal manusia. Artinya kapital sosial yang bersifat non fisik diyakini mampu menandingi peran kapital fisik. Pendapat itu tentunya kurang lengkap jika aspek kelembagaan, orga- nisasi sosial, norma, kepercayaan maupun jaringan sosial tidak dianalisis secara detail dengan mengutarakan analisis mengenai peran masing-masing sumber kapital sosial itu. Bisa saja terjadi keragaman tingkat keterse- diaan sumber-sumber daya sosial diantara individu, kelompok, atau dalam komunitas tertentu, yang didominasi oleh kontribusi jaringan kerja yang ada. Dengan demikian, peran jaringan kerja atau jaringan sosial yang tumbuh dalam komunitas lokal sangat mungkin memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendukung aktivitas ekonomi masyarakatnya. Aspek kultur maupun struktur masyarakat yang berbeda antar wilayah akan memuncul- kan perbedaan ketersediaan sumber-sumber sosial. Penelitian Ibrahim (2005) di Jakarta tidak menemukan jaringan kerjasama antar organisasi berlainan jenis, sehingga ko- produksi di antara organisasi sosial menjadi rendah. Sementara itu, salah satu temuan Vipriyanti (2007) yang cukup menarik adalah mengenai dominannya kontribusi jaringan kerja dalam pembangunan ekonomi wilayah. Mencermati temuan Vipriyanti (2007) seperti dijelaskan di muka, bisa diketengahkan bahwa kuatnya ikatan sosial (strongth ties) pada organisasi sosial tradisi seperti subak maupun banjar di Bali, ternyata mampu memanfaatkan jaringan kerja secara optimal. Perkembangan pemikiran mengenai ka- pital itu sendiri tidak terlepas dari kritik, terutama mengenai beragamnya konsep dan definisi mengenai kapital sosial. Aspek lainnya yang perlu dicermati adalah mengenai penen- tuan indikator yang sesuai dalam mengukur kapital sosial, serta dalam hal bagaimana membangun atau mengembangkan kapital sosial. Perbedaan pandangan dan cara men- definisikan kapital sosial juga terkait dengan metode yang digunakan untuk menjelaskan kapital sosial itu sendiri. Akan tetapi, bagai- manapun perbedaan cara pandang dan meto- de analisis dalam studi-studi kapital sosial, ternyata tidak saling mempertentangkan peran kapital sosial terutama kontribusi jaringan sosial (network) dalam dinamika pemba- ngunan, termasuk dalam upaya pengemba- ngan komunitas agribisnis. Perspektif Sosiologi Ekonomi Pemberdayaan Jaringan Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Pandangan mengenai sosiologi ekonomi dari Smelser dan Swedberg (2005) sangat penting untuk dicermati dalam kerangka mem- bangun pemahaman atas perspektif sosiologis yang digunakan atau diterapkan dalam feno- mena ekonomi, terutama yang terkait dengan aspek produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa sebagai sumber daya yang terbatas.

succes story

Mempekerjakan Karyawan Baru

Ben Kunz of Mediassociates hired an assistant media planner he first met on Twitter. Ben Kunz dari Mediassociates menyewa seorang perencana media asisten ia pertama kali bertemu di Twitter. Of course, he didn't hire her solely because they connected on Twitter, but Twitter made the introduction. Tentu saja, dia tidak mempekerjakan dia semata-mata karena mereka terhubung di Twitter, tetapi Twitter membuat pendahuluan. “I think the real lesson is there is value in connecting personally when searching for a job, and Twitter can help with that,” Kunz says. "Saya pikir pelajaran yang sebenarnya adalah ada nilai dalam menghubungkan pribadi ketika mencari pekerjaan, dan Twitter dapat membantu dengan itu," kata Kunz.

Kristen Beireis watches for potential team members on Twitter. Kristen Beireis jam tangan untuk anggota tim yang potensial di Twitter. When she sees tweets from the right people in her Twitter stream, she follows them and listens to their tweets. Ketika ia melihat tweets dari orang yang tepat dalam aliran Twitter, dia mengikuti mereka dan mendengarkan tweets mereka. “I get to know them and I get to know what kind of work they do that way. "Aku mengenal mereka dan aku bisa mengetahui jenis pekerjaan yang mereka lakukan itu. Twitter allows me the opportunity to see what's going on in their brains when it comes to the type of work we do,” Beireis says. Twitter memungkinkan saya kesempatan untuk melihat apa yang terjadi dalam otak mereka ketika datang ke jenis pekerjaan yang kita lakukan, "kata Beireis.

Selling Products Jual Produk

Author Christina Katz sold at least one book with a tweet. Penulis Christina Katz terjual setidaknya satu buku dengan tweet. I interviewed her for my blog and tweeted a link to the interview with a short introduction to the topic. Saya mewawancarai dia untuk blog saya dan tweeted link ke wawancara dengan pengenalan singkat dengan topik. Several of my followers read the post, with one claiming he was off to buy the book. Beberapa pengikut saya membaca tulisan, dengan satu mengklaim ia pergi untuk membeli buku.

Several software companies found me through Twitter. Beberapa perusahaan perangkat lunak menemukan saya melalui Twitter. They knew I did software reviews, so they tweeted asking if I wanted to look at their products; they then received publicity from the published reviews. Mereka tahu saya software review, sehingga mereka tweeted menanyakan apakah aku ingin melihat produk mereka, mereka pun mendapat publisitas dari tinjauan diterbitkan.
referensi
pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE27-1a.pdf .
http://gigaom.com/collaboration/real-life-twitter-business-success-stories/

No comments:

Post a Comment